HukumMembuat Patung. Shuwar (gambar) dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi (patung). Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir. Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi (patung), mayoritas ulama -selain Malikiyah- mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak UnsurBidang. Bidang adalah hasil pengembangan dan penggabungan dari banyak garis sehingga menghasilkan beberapa sisi dalam suatu karya seni. 4. Unsur Bentuk. Bentuk adalah unsur yang membuat suatu karya seni menjadi lebih bermakna dan hidup dengan segala detail dan sentuhan yang membuatnya lebih indah. 5. Unsur Ruang. senisyarofal anam di kota palembang oleh: satrio wibowo, nim. 14420077 terbitan: (2018) PENGARUH DAYA TARIK MASKOT MANG JUHAI TERHADAP MINAT PEMBACA DI HARIAN UMUM PALEMBANG POS (STUDI KASUS MASYARAKAT RT 06 RW 02 KELURAHAN SEKIP JAYA KECAMATAN KEMUNING KOTA PALEMBANG) oleh: GONTI HADI WIBOWO, NIM. 13530032 Terbitan: (2018) cash. Ilustrasi Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto adalah sebuah proses kreasi untuk menciptakan karya seni dua dimensi. Dalam ajaran Islam, menggambar menjadi salah satu hal yang diatur soal pelaksanaannya. Jika menyalahi aturan, hukumnya pun bisa berubah menjadi dari buku Menggambar Kucing Besar dengan Pensil Predator karangan Veri Apriyatno, menggambar merupakan sebuah proses eksplorasi kreativitas untuk mengekspresikan gambar, seseorang dapat menuangkan gagasan yang tidak dapat diungkapkan lewat media lain. Karenanya, menggambar tidak hanya menciptakan karya seni yang dapat dinikmati orang lain, namun juga dapat menjadi media aktualisasi diri seorang dari buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika, perkembangan seni lukis dalam Islam tidaklah sesukses perkembangan seni rupa lainnya. Itu karena minimnya perhatian seniman Islam yang mempelajari seni lukis. Mereka lebih banyak menuangkan perhatiannya pada bidang seni lain, misalnya seni bangunan, seni hias, seni kerajinan dan seni saat itu, muncul berbagai pendapat serta pembahasan dari ulama dan pakar Islam mengenai boleh atau tidaknya menggambar atau melukis makhluk bernyawa tashwir. Bagaimana sebenarnya hukum menggambar makhluk bernyawa dalam Islam?Ilustrasi Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto Menggambar Makhluk Bernyawa dalam IslamDalam buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika dijelaskan, terdapat petunjuk tentang larangan menggambar makhluk bernyawa dalam sebuah hadits. Disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang pembuatan gambar shuwar dan patung tamatsil, karena dapat memberikan mudharat perbuatan dosa besar yang disebabkan penyekutuan Allah SWT sebagai Maha dari buku CAAP JAY Cukupkan Amalan Agama Pasti Jayalah Akherat Yad karangan Beny Harjad, para ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Hukum haram ini berlaku untuk binatang dan manusia, sedangkan menggambar tumbuhan tidak bernyawa hukumnya Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto tentang Hukum Menggambar Makhluk BernyawaDisadur dari buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika dan CAAP JAY Cukupkan Amalan Agama Pasti Jayalah Akherat Yad karangan Beny Harjad, berikut beberapa hadits tentang larangan menggambar makhluk hidup dalam Islam.โ€œBarangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.โ€ HR. Bukhariโ€œSesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya di hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar makhluk yang bernyawa.โ€ Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiirโ€œSetiap orang yang menggambar berada di neraka yang akan dijadikan untuknya tiap-tiap gambar yang ia gambar itu dalam bentuk jiwa yang akan menyiksa dia di neraka.โ€ HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim This article discusses the nature of tamatsil in the story of Prophet Sulaiman. The word tamatsil in the Qur'an is found in two surahs, namely Saba' verse 13 and al-Anbiya' verse 52. the Saba' verse explains that the jinn was ordered by Prophet Solomon to make statues, the word used in this verse is finish. So, if the sentence in the verse is a command, it means that there is no prohibition against making it. But it is different again from the letter al-Anbiya 'verse 52. In that verse, the Prophet Ibrahim was surprised at his people who worshiped tamatsil. The choice of the word tamatsil in this study was due to two things. First, there is a public error in understanding the meaning of the tamatsil. Second, the Ministry of Religion often equates this word with the words shanam and watsan which means statue/idol, even though the three words have different meanings even though there are similarities. The results of this study can be concluded that the essence of tamatsil is something material, shaped, and illustrated which is usually used for decoration or toys. In Indonesia, the term tamatsil is known as duplicate or replica, such as key toys, children's toys in the form of humans, animals, or plants. The law of tamatsil is divided into two opinions, some allow it as long as it is not worshiped, and some forbid it even if it is not worshiped. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Volume 3 Nomor 1, Juni 2022 ISSN 2723-4894 cetak, ISSN 2723-4886 daring DOI TAMATSIL DALAM AL-QURโ€™AN KAJIAN SENI RUPA DALAM KISAH NABI SULAIMAN Dilla Syafrina Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Sumatera Utara syafrinadilla97 Ali Akbar UIN Sultan Syarif Kasim Riau aliakbarusman Fikri Mahmud UIN Sultan Syarif Kasim Riau fikrimahmud Masyhuri Putra UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abd. Wahid UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abstrak Artikel ini membahas tentang hakikat tamatsil dalam kisah Nabi Sulaiman. Kata tamatsil dalam Al-Qurโ€™an terdapat dalam dua surat, yaitu surat Sabaโ€™ ayat 13 dan surat al-Anbiyaโ€™ ayat 52. Dalam surat Sabaโ€™ menjelaskan bahwa jin diperintahkan oleh Nabi Sulaiman untuk membuat patung, kata yang dipakai pada ayat ini adalah tamatsil. Tetapi berbeda lagi dengan surat al-Anbiyaโ€™ ayat 52. Pada ayat tersebut Nabi Ibrahim merasa heran terhadap kaumnya yang menyembah tamatsil. Dipilihnya kata tamatsil dalam penelitian ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya kekeliruan masyarakat dalam memahami makna tamatsil tersebut. Kedua, kata tersebut sering disamakan terjemahannya oleh Kementerian Agama dengan kata shanam dan watsan yang berarti patung atau berhala, padahal ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda sekalipun ada kemiripan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitis, mendiskripsikan kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Qurโ€™an kemudian menganalisis ayat-ayat tentang tamatsil. Hasil dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa hakikat tamatsil adalah sesuatu yang material, berbentuk, dan bergambar yang lazimnya digunakan untuk hiasan atau mainan. Di Indonesia istilah tamatsil dikenal dengan duplikat atau replika, seperti mainan kunci, mainan anak anak yang berbentuk manusia, binatang, atau Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 tumbuhan. Hukum tamatsil dibagi kepada dua pendapat, ada yang membolehkan selama tidak disembah dan ada yang mengharamkan sekalipun tidak disembah. Kata Kunci Tamatsil, seni rupa, kisah Abstract This article discusses the nature of tamatsil in the story of Prophet Sulaiman. The word tamatsil in the Qur'an is found in two surahs, namely Saba' verse 13 and al-Anbiya' verse 52. The Saba verse explains that the jinn was ordered by Prophet Solomon to make statues, the word used in this verse is finish. But it is different from the letter al-Anbiya 'verse 52. In that verse, the Prophet Ibrahim was surprised at his people who worshipped tamatsil. The choice of the word tamatsil in this study was due to two things. First, there is a public error in understanding the meaning of the tamatsil. Second, the Ministry of Religion often equates these words with the words shanam and watsan which means statues or idols, even though the three words have different meanings even though there are similarities. This research was conducted using a descriptive-analytical method, by describing the story of Prophet Sulaiman in the Qur'an and then analyzing the verses about tamatsil. The results of this study can be concluded that the essence of tamatsil is something material, shaped, and illustrated which is usually used for decoration or toys. In Indonesia, the term tamatsil is known as duplicate or replica, such as key toys, or children's toys in the form of humans, animals, or plants. The law of tamatsil is divided into two opinions, some allow it as long as it is not worshipped and some forbid it even if it is not worshipped. Keywords tamatsil, fine arts, story. PENDAHULUAN Seni adalah salah satu aspek dari aspek jiwa manusia yang lurus. Seni bertemu perasaan dan indera beserta seluruh keindahan dan yang menyenangkan, perasaan ikut berkreatif bersama dengan seluruh gerak-gerik, keindahan kenyamanan. Seni bukan seperti yang difahami oleh sebagian orang sebagai bentuk penggambaran kehidupan yang sia-sia dan main-main, atau seperti yang dipahami orang lain lagi sebagai upaya membangkitkan perasaan dan menggelorakan adalah kegiatan yang menyatakan hubungan antara lahir dan bathin, antara yang fana dan yang kekal. Secara khusus berarti kesanggupan dan kegiatan menciptakan suasana indah yang dapat menimbulkan daya tarik untuk menjadi perhatian dan rasa senang menikmatinya. Kesenian murni meliputi segala yang indah dan menarik disegala bidang penciptaan seni, seperti seni suara, seni rupa, seni lukis, dan fenomena pemandangan alam. Kesenian tentu saja bebas dan Hamad Hasan Ruqaith, Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam, Jakarta Pustaka Azzam, 2004. h, 139. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 otonom, dalam pengertian bahwa ia mempunyai kaidah tersendiri, tidak terikat teori, etika, norma, namun berdasarkan estetika yang rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Contoh karya seni rupa murni adalah lukisan, patung, grafis, mozaik, ukiran, relief, kaligrafi, seni fotografi, seni koreografi, dan kerajinan dari telah menunjukkan kepada umat manusia akan keindahan yang terdapat pada bentuk lahiriah sisi empirik yang dapat diamati. Bagi seorang pengamat yang berjiwa seni, memang alam semesta ini penuh dengan keindahan.๎˜ƒAlam adalah objek dan mahaguru bagi para seniman. Keindahan alam yang tampak memberikan kesan-kesan bagi penginderaan. Namun keselarasan, keharmonisan, keunikan serta ketertiban dan keteraturan dalam proses interaksinya yang tersirat menunjukkan betapa Maha Agung Sang Pencipta yang dituangkan pada ciptaan-Nya, yaitu alam semesta ini. Fenomena tersebut mengajak manusia untuk berpikir dan menjadikan pelajaran agar kembali mengingat Allah dan senantiasa mempertebal satu daripada bentuk seni rupa yang tersebut di dalam al-Qurโ€™an adalah timtsal yang bentuk jamaknya adalah tamatsil. Sebagaimana yang terdapat dalam kisah Nabi Sulaiman pada surat Sabaโ€™ ayat 13. Dalam ayat ini para jin diperintahkan oleh Nabi Sulaiman untuk membuat patung, dimana lafazh yang dipakai adalah Tamatsil. Jika kalimat dalam ayat itu bersifat perintah berarti tidak ada larangan padanya. Tetapi berbeda lagi di dalam surat al-Anbiyaโ€™ ayat 52 dan beberapa riwayat hadits yang melarang tamatsil. Kajian tetang tamatsil telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Umi Hanifa dalam skripsinya mengkaji tentang seni rupa dalam Al-Qur'an yang menemukan bahwa aspek seni rupa dikerucutkan sebagai bidang penyaji benda-benda yang tampak secara visual dan dapat dirasakan dengan rabaan. Begitu juga dengan Muhammad Kholilul Rahman dalam penelitiannya tentang pemakaian kata sinonim ashnam, autsan dan tamatsil. Menurutnya kata-kata ini memiliki perbedaan makna jika ditinjau dari konteks perasaan dan budaya. Dipilihnya kata Tamatsil dalam penelitian ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya kekeliruan masyarakat dalam memahami makna tamatsil tersebut. Darwis Hude dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qurโ€™an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2002. h, 337. Guru Pendidikan, โ€œSeni Rupa Murni dan Terapanโ€, dikutip dari pada hari Rabu tanggal 02 Oktober 2019. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Misalnya pembangunan Tugu Zapin di depan kantor Gubernur Pekanbaru yang menuai kritikan masyarakat dan menimbulkan pro dan kontra, seperti yang dilansir dari laman pada 26 Januari 2012. Kedua, karena kata tersebut sering disamakan terjemahannya oleh Kementerian Agama dengan kata Shanam dan Watsan yaitu patung/berhala, padahal ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda sekalipun ada kemiripan. Seperti ๎˜ƒ๎˜ƒ๎›Š๎Ÿฝ๎›Š๎Ÿ€๎›ˆ๎Ÿฟ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎Ÿท๎˜ƒ๎›Š๎Ÿพ๎›Š๎Ÿท๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎Ÿซ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›Š๎Ÿพ๎ ˆ๎›Š๎žฅ๎›ˆ๎›Š๎ ‹๎˜ƒ๎›ˆ๎šพ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎›Œ๎šฏ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›‰๎Ÿฒ๎ ˆ๎›Š๎žฏ๎žข๎›ˆ๎Ÿธ๎œ‹๎žฌ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎˜ƒ๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿจ๎›Š๎Ÿฏ๎žข๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎›ˆ๎ฎ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎žฌ๎›Œ๎šบ๎Ÿป๎›ˆ๎šข๎˜ƒ ๎›Š๎–๎œ‹๎Ÿณ๎šฆ โ€œKetika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya apakah ini patung-patung/berhala-berhala yang kalian kepadanya orang-orang yang terus menerus menyembah.โ€ QS. Al-Anbiyaโ€™, 52Ketiga, kata tersebut sering disalahpahami oleh banyak orang. Dapat dilihat pada masa sekarang ini, masih banyak dari kalangan masyarakat yang memahami makna ayat hanya bermodalkan al-Qurโ€™an terjemah dan kamus saja tanpa memperdulikan makna secara kontekstual, sehingga kata yang disamakan artinya dianggap memiliki makna dan hukum yang sama. Istilah mengenai hal ini dikenal dengan taraduf. Taraduf ialah kata yang beragam lafadz tetapi mempunyai satu makna. Taraduf terdapat dalam bahasa, namun itu hanya berkenaan makna dasarnya, tidak makna sekundernya. Dalam al-Qurโ€™an sebaiknya taraduf itu dihindari. Mengenai hal ini al-Sabt membuat kaidah ๎šง๎ ‚๎Ÿด๎Ÿ˜๎ญ๎šฆ๎˜ƒ๎ ‚๎ €๎Ÿง๎˜ƒ๎šป๎šฎ๎šฆ๎—๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎šฟ๎žพ๎ŸŸ๎˜ƒ๎ „๎Ÿด๎ŸŸ๎˜ƒ๎›€๎šข๎Ÿ‚๎Ÿฌ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎šท๎žข๎Ÿจ๎Ÿณ๎šข๎˜ƒ๎Ÿฒ๎ง๎˜ƒ๎Ÿบ๎Ÿฐ๎Ÿท๎šข๎˜ƒ๎žข๎Ÿธ๎ €๎Ÿท โ€œArtinya Selama kata-kata al-Qurโ€™an masih mungkin dibawa kepada ketidaksamaan makna, maka itulah yang perlu dilakukan.โ€ banyak ayat-ayat yang menyebut benda-benda seperti piring, gelas, permadani, dipan, dan pakaian sebagai gambaran fasilitas kehidupan surga. Al-Qurโ€™an juga memberi penjelasan mengenai material yang di gunakan untuk membuat benda-benda ini, seperti emas, perak, dan sutra sebagai material pakaian. Pada ranah duniawi, tungku dan bejana pada istana Nabi Sulaiman sudah cukup mewakili bagaimana sebenarnya eksistensi kriya, yaitu memiliki nilai fungsional dan dapat diaplikasikan sebagai hiasan dalam konteks ini, hiasan Departemen Agama RI, Al-Qurโ€™an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka, Jakarta Kalim, 2010. h, 327. Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta QAF, 2017. h, 463. Kriya adalah kegiatan seni yang menitikberatkan pada keterampilan tangan dan fungsi untuk mengolah bahan baku yang sering ditemukan di lingkungan menjadi benda-benda yang tidak hanya bernilai pakai, tetapi juga bernilai estetis. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 interior atas keindahannya. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini yaitu, apa hakikat dan bagaimana hukum tamatsil dalam perspektif ulama tafsir ? Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui hakikat tamatsil dan hukumnya, sehingga dapat diketahui beda istilah tamatsil dengan istilah yang disamakan dengannya ashnam dan awtsan. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian library research penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Sumber primer penelitian ini adalah kitab tafsir al-Munir karya Wahbah Zuhaili dan kitab tafsir ath-Thabari serta didukung dengan sumber sekunder yaitu buku-buku terkait dengan pembahasan penelitian, jurnal, hasil penelitian dan lain sebagainya. Setelah data terkumpul kemudian dideskripsikan dan dianalisa secara mendalam dengan pola induktif kemudian disimpulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Makna Tamatsil Di dalam kamus Lisanul Arab, makna tamatsil adalah๎˜ƒ๎˜ƒ๎˜๎šพ๎žข๎žฐ๎ค๎Ÿฒ๎ ˆ๎žฏ๎žข๎Ÿธ๎žฌ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎Ÿž๎Ÿธ๎ช๎šฆ๎˜ƒ๎›‚๎˜ƒ๎˜๎šจ๎šฐ๎ ‚๎Ÿ๎Ÿณ๎šฆ ๎Ÿพ๎ ˆ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎Ÿ‚๎Ÿœ๎Ÿผ๎ ‡๎˜ƒ๎Ÿพ๎Ÿป๎ž˜๎Ÿฏ๎˜ƒ๎•๎žท๎˜ƒ๎Ÿฝ๎šฐ๎ ‚๎Ÿ๎˜ƒ๎˜๎š ๎ †๎ŸŒ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎Ÿพ๎Ÿณ๎˜ƒ๎Ÿฒ๎žฐ๎Ÿท๎›‚๎˜ƒTimtsal gambar, jamaโ€™nya adalah Tamatsil. Membuat contoh baginya sesuatu membuat duplikat akannya seolah-seolah ia terlihat seperti bentuk aslinya. ๎งž๎งด๎ฆ›๎ฆŽ๎งค๎ฆ—๎งญ bentuk jamak dari ๎ง๎ฆŽ๎ฆœ๎งค๎ฆ—, yang artinya adalah setiap sesuatu yang diberi jisim dan dibentuk seperti bentuk binatang, baik itu yang terbuat dari tembaga, kaca, tanah liat maupun yang lainnya patung.๎ง๎ฆŽ๎ฆœ๎งค๎ฆ— Artinya setiap yang dibuat berbentuk, seperti bentuk binatang atau bukan binatang. Makna tamatsil menurut beberapa pendapat mufassir di atas adalah sesuatu yang bersifat material, berbentuk, dan bergambar yang terbuat dari kayu, batu, tembaga, kuningan, kaca, tanah liat, dan lain-lain yang dapat berbentuk patung-patung binatang, orang, burung, dan pohon. Umi Hanifa, Seni Rupa dalam Al-Qurโ€™an Kajian Tematik, Yogyakarta Skripsi, 2018. h, 81. Ibnu Manzur, Lisanul Arab, Jilid 6, Daar Al-Maโ€™arif Kairo, 1119. h, 4135. Wahbah Az-Zuhaili, h, 470. Al-Qurtubiy, h, 660. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Makna Ashnam Ashnam pada lughat bahasa adalah ๎˜ƒ๎กฆ๎˜ƒ๎›€๎›‚๎šฎ๎˜ƒ๎Ÿบ๎Ÿท๎˜ƒ๎šฆ๎šฎ๎ ‚๎žฆ๎Ÿ ๎Ÿท๎˜ƒ๎Ÿ€๎žผ๎žฌ๎ ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ๎Ÿฝ๎š๎Ÿฃ๎˜ƒ๎›‚๎šข๎˜ƒ๎ †๎Ÿท๎šฎ๎šก๎˜ƒ๎šจ๎šฐ๎ ‚๎Ÿ๎˜ƒ๎Ÿพ๎Ÿณ๎˜ƒ๎›‚๎˜ƒ๎šฒ๎žข๎ด๎˜ƒ๎›‚๎šข๎˜ƒ๎žจ๎Ÿ”๎Ÿง๎˜ƒ๎›‚๎šข๎˜ƒ๎žค๎ŸŒ๎žท๎˜ƒ๎Ÿบ๎Ÿท๎˜ƒ๎žช๎ด๎˜ƒ๎žข๎Ÿท๎˜ƒArtinya โ€œUkiran yang terbuat dari kayu, perak, atau tembaga. Yang memiliki bentuk manusia atau bentuk lain yang dijadikan sebagai sembahan daripada selain Allahโ€.๎งข๎งจ๎ฆผ๎งŸ๎ฆ berhala artinya adalah tubuh yang terbuat dari perak, tembaga atau kayu, yang disembah oleh orang-orang musyrik dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah taโ€™ orang bijak mengatakan bahwa setiap hal yang disembah selain Allah, atau bahkan setiap hal yang dapat menyibukkan atau melalaikan dari mengingat Allah maka dikatakan sebagai ๎งข๎งจ๎ฆป.Dalam Al-Qurโ€™an kata Ashnam disebutkan sebanyak lima kali di dalam ayat berikut 1 Surat Al-Anโ€™am ayat 74 ๎˜ƒ๎›‡๎›๎›Š๎žฆ๎›‰๎Ÿท๎˜ƒ๎›‡๎šพ๎›ˆ๎ ๎›ˆ๎Ÿ“๎˜ƒ ๎›Š๎œฟ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿฎ๎›ˆ๎Ÿท๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎Ÿซ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›ˆ๎šฝ๎šฆ๎›ˆ๎šฐ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ ๎›Š๎›‹๎ˆ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›…๎žจ๎›ˆ๎›Š๎ฎ๎šก๎˜ƒ๎žข๎›…๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›Œ๎Ÿ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›‰๎Ÿ€๎›Š๎žผ๎œ‹๎žฌ๎›ˆ๎šบ๎žซ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›ˆ๎šฐ๎›ˆ๎šฑ๎šก๎˜ƒ๎›Š๎Ÿพ๎ ˆ๎›Š๎žฅ๎›ˆ๎›Š๎ ‹๎˜ƒ๎›‰๎Ÿถ๎ ˆ๎›Š๎Ÿฟ๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ‚๎›Œ๎šบ๎žฅ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›ˆ๎šพ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎›Œ๎šฏ๎›Š๎šค๎›ˆ๎›‚ โ€œDan ingatlah di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, โ€œPantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan-Tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyataโ€. 2 Surat Al-Aโ€™raf ayat 138 ๎˜ƒ๎›Œ๎žธ๎›ˆ๎žฆ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿฒ๎ ˆ๎›Š๎žŸ๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ‚๎›Œ๎Ÿ‡๎›Š๎šค๎˜ƒ ๎›Š๎™๎›ˆ๎žฆ๎›Š๎žฅ๎˜ƒ๎›ˆ๎ขญ๎›Œ๎šฑ๎›ˆ๎›‚๎žข๎›ˆ๎žณ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎›ˆ๎ฎ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎Ÿธ๎›ˆ๎Ÿฏ๎˜ƒ๎žข๎›…๎›ˆ๎ฎ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿฒ๎›ˆ๎Ÿ ๎›Œ๎žณ๎šฆ๎˜ƒ๎ „๎›ˆ๎Ÿ‡๎ ‚๎›‰๎Ÿท๎›ˆ๎ขฎ๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎Ÿณ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎›ˆ๎ฎ๎˜ƒ๎›‡๎šฟ๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›Œ๎Ÿ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎ „๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿจ๎›‰๎Ÿฐ๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎›‡๎šฟ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎Ÿซ๎˜ƒ๎ „๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎šฆ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎žซ๎›ˆ๎ž˜๎›ˆ๎Ÿง๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿ‚๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿด๎›ˆ๎ €๎›Œ๎›ˆ๎ก๎˜ƒ๎›†๎šฟ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎Ÿซ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎œ‹๎Ÿป๎›Š๎šค๎˜ƒ ๎›ˆ๎šพ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎›†๎žจ๎›ˆ๎›Š๎ฎ๎šก โ€œDan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan berhalaโ€. Musa menjawab โ€œSesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui sifat-sifat Tuhanโ€. 3 Surat Ibrahim ayat 35 ๎˜ƒ๎šฟ๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›Œ๎Ÿ๎›ˆ๎›Œ๎ ‹๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎žพ๎›‰๎žฆ๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎Ÿป๎˜ƒ๎›Œ๎›€๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎œ‹๎›Š๎™๎›ˆ๎žฅ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ ๎›Š๎™๎›Œ๎žฆ๎›‰๎šบ๎Ÿผ๎›Œ๎žณ๎šฆ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎žข๎›…๎Ÿผ๎›Š๎Ÿท๎šก๎˜ƒ๎›ˆ๎žพ๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎šบ๎žฆ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ€๎›ˆ๎Ÿฟ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿฒ๎›ˆ๎Ÿ ๎›Œ๎žณ๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎›‹๎šง๎›ˆ๎šฐ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿถ๎ ˆ๎›Š๎Ÿฟ๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ‚๎›Œ๎šบ๎žฅ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›ˆ๎šพ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎›Œ๎šฏ๎›Š๎šค๎›ˆ๎›‚ Muhammad Daud, Muโ€™jam Al-Furuq Al-Dilaliyah, Kairo Daar Gharib, 2008. h, 321. Ar-Raghib Al-Ashfahani, Almufradat Fii Ghariib Al-Qurโ€™an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan, Depok Pustaka Khazanah Fawaโ€™id, 2017. h, 499. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 โ€œDan ingatlah ketika Ibrahim berkata โ€œYa Tuhanku, jadikanlah negeri ini Mekkah, negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhalaโ€. 4 Surat Al-Anbiyaโ€™ 57 ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎ ‡๎›Š๎Ÿ‚๎›Š๎žฅ๎›Œ๎žพ๎›‰๎Ÿท๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎œŒ๎Ÿณ๎›ˆ๎ ‚๎›‰๎šบ๎žซ๎˜ƒ๎›Œ๎›€๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›ˆ๎žพ๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žฅ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›ˆ๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›Œ๎Ÿ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎œ‹๎›€๎›ˆ๎žพ๎ ˆ๎›Š๎Ÿฏ๎›ˆ๎›ˆ๎ ‹๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎›ˆ๎ขซ๎›ˆ๎›‚ โ€œDemi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannyaโ€. 5 Surat Asy-Syuaraโ€™ ayat 71 ๎˜ƒ๎›ˆ๎›๎›Š๎Ÿจ๎›Š๎Ÿฏ๎žข๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎›ˆ๎ฎ๎˜ƒ๎œŒ๎Ÿฒ๎›ˆ๎Ÿœ๎›ˆ๎Ÿผ๎›ˆ๎šบ๎Ÿง๎˜ƒ๎žข๎›…๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›Œ๎Ÿ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›‰๎žพ๎›‰๎žฆ๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎Ÿป๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎Ÿณ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ โ€œMereka menjawab โ€œKami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnyaโ€. Hubungan yang terdapat pada kalimat ashnam yang ada dalam ayat-ayat yang mulia ini adalah mengisyaratkan bahwa ashnam adalah sesuatu yang dibuat atau dibentuk yang dalam membuatnya perlu di ukir, di pahat, dan di gambar. Maka ayat yang terdapat dalam surat al-Anโ€™am kita temukan bahwasanya Nabi Ibrahim as. mengkritik ayahnya yang menjadikan ashnam sebagai sesembahan. Dan lafaz โ€œ๎ฆฌ๎ฆจ๎ฆ—๎ฆƒโ€ menjadikan ditinjau dari ilmu sharf dan maknanya di dalam kamus adalah sesuatu yang menunjukkan adanya usaha dan sungguh-sungguh dalam membuat nya. Maka kalau begitu ashnam adalah benda yang dibuat, diukir, digambar pada bentuk dan modelnya. Seperti itu juga yang terdapat dalam surat al-Aโ€™raf bahwa kaum Nabi Musa menjadikan setelahnya anak lembu yang memiliki jasad dan suara, maka mereka menjadikan anak lembu sebagai shanam yang mereka melihat beberapa ayat mengenai kata Ashnam, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi makna dasar dari kata Ashnam adalah berhala dan makna relasional dari kata tersebut adalah sebuah ukiran yang terbuat dari kayu, perak, atau tembaga. Yang memiliki bentuk manusia atau bentuk lain yang dijadikan sembahan daripada selain Allah. Dan penggunaan kata Ashnam dalam al-Qurโ€™an sebagaimana yang telah dicantumkan diatas, bahwa kata Ashnam khusus digunakan untuk sesuatu hal yang disembah oleh umat manusia selain Allah SWT. Muhammad Daud, Op. cit., h, 322. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Makna Awtsan Adapun kata Awtsan disebutkan sebanyak tiga kali dalam al-Qurโ€™an yaitu1. Surat Al-Hajj ayat 30. ๎˜ƒ๎˜ƒ๎›ˆ๎žพ๎›Œ๎Ÿผ๎›Š๎ŸŸ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿพ๎›ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ๎›†๎›Œ๎š๎›ˆ๎žป๎˜ƒ๎›ˆ๎ ‚๎›‰๎ €๎›ˆ๎šบ๎Ÿง๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ ๎›Š๎šฉ๎žข๎›ˆ๎Ÿท๎›‰๎Ÿ‚๎›‰๎žท๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›Š๎›‹๎Ÿœ๎›ˆ๎Ÿ ๎›‰๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿบ๎›ˆ๎Ÿท๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿฎ๎›Š๎Ÿณ๎›ˆ๎šฏ๎˜ƒ๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎žฆ๎›Š๎Ÿผ๎›ˆ๎žฌ๎›Œ๎žณ๎žข๎›ˆ๎Ÿง๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›Œ๎ ˆ๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎ „๎›ˆ๎Ÿด๎›Œ๎šบ๎žฌ๎›‰๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎Ÿท๎˜ƒ ๎œ‹๎ ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›‰๎šฟ๎žข๎›ˆ๎Ÿ ๎›Œ๎šบ๎Ÿป๎›ˆ๎›Œ๎ ‹๎šฆ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ ๎›Œ๎žช๎œ‹๎Ÿด๎›Š๎žท๎›‰๎šข๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›Š๎Ÿพ๎›Š๎›‹๎žฅ๎›ˆ๎šฐ๎˜ƒ๎›Š๎šฐ๎›‚๎œŒ๎Ÿ„๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎šพ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎Ÿซ๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎žฆ๎›Š๎Ÿผ๎›ˆ๎žฌ๎›Œ๎žณ๎šฆ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›ˆ๎ขฌ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎›Œ๎ ‹๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿ†๎›Œ๎žณ๎›Š๎›‹๎Ÿ‚๎Ÿณ๎šฆ Demikianlah perintah Allah dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat disisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya disisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta. 2. Surat Al-Ankabut ayat 17. ๎˜ƒ๎›Œ๎›ˆ๎ป๎˜ƒ ๎›ˆ๎ ๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›‚๎›‰๎šฎ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎›‚๎›‰๎žพ๎›‰๎žฆ๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žซ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎ ‡๎›Š๎Ÿ€๎œ‹๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎œ‹๎›€๎›Š๎šค๎˜ƒ๎žข๎›…๎Ÿฐ๎›Œ๎Ÿง๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿฌ๎›‰๎Ÿด๎›Œ๎›ˆ๎ฃ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›…๎ขญ๎›ˆ๎ขฌ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›‚๎›‰๎šฎ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎›‚๎›‰๎žพ๎›‰๎žฆ๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žซ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎œ‹๎ถ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎Ÿค๎›ˆ๎šบ๎žฌ๎›Œ๎šบ๎žฅ๎žข๎›ˆ๎Ÿง๎˜ƒ๎žข๎›…๎Ÿซ๎›Œ๎šฑ๎›Š๎šฐ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿฐ๎›Š๎Ÿด๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿ ๎›ˆ๎žณ๎›Œ๎Ÿ‚๎›‰๎šบ๎žซ๎˜ƒ๎›Š๎Ÿพ๎›Œ๎ ˆ๎›ˆ๎Ÿณ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›‰๎Ÿพ๎›ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ๎šฆ๎›‚๎›‰๎Ÿ‚๎›‰๎Ÿฐ๎›Œ๎Ÿ‹๎šฆ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›‰๎Ÿฝ๎›‚๎›‰๎žพ๎›‰๎žฆ๎›Œ๎ŸŸ๎šฆ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›ˆ๎šผ๎›Œ๎šฑ๎›Š๎›‹๎Ÿ‚๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎žพ๎›Œ๎Ÿผ๎›Š๎ŸŸ Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu meberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu disisi Allah dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan. 3. Surat Al-Ankabut ayat 25. ๎˜ƒ๎›Š๎Ÿฌ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎šฟ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎œ‹๎›‰๎œฝ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎ ˆ๎›Œ๎šบ๎Ÿป๎œŒ๎žพ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎šจ๎žข๎›ˆ๎ ˆ๎›ˆ๎›Œ๎ซ๎šฆ๎˜ƒ ๎›Š๎œฟ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›Š๎Ÿผ๎›Œ๎ ˆ๎›ˆ๎šบ๎žฅ๎˜ƒ๎›ˆ๎šจ๎œ‹๎šฎ๎›ˆ๎ ‚๎›ˆ๎Ÿท๎˜ƒ๎›…๎ขญ๎›ˆ๎ขฌ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›‚๎›‰๎šฎ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›Œ๎›‰๎œป๎›Œ๎Ÿ€๎›ˆ๎œ‹๎ฃ๎šฆ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎œ‹๎ถ๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›ˆ๎šพ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›‡๎Ÿ’๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žฆ๎›Š๎žฅ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›‰๎Ÿ”๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žฅ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿ‚๎›‰๎Ÿจ๎›Œ๎Ÿฐ๎›ˆ๎ ‡๎˜ƒ๎›Š๎žจ๎›ˆ๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎ ˆ๎˜ƒ๎›…๎Ÿ”๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žฅ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›‰๎Ÿ”๎›Œ๎Ÿ ๎›ˆ๎šบ๎žฅ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿบ๎›ˆ๎Ÿ ๎›Œ๎Ÿด๎›ˆ๎šบ๎ ‡๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎ ‡๎›Š๎Ÿ‚๎›Š๎Ÿ๎›ˆ๎ขญ๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฐ๎›ˆ๎Ÿณ๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎Ÿท๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›‰๎šฐ๎žข๎œ‹๎Ÿผ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿถ๎›‰๎Ÿฏ๎šฆ๎›ˆ๎›‚๎›Œ๎ž˜๎›ˆ๎Ÿท๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎žข Dan berkata Ibrahim โ€œSesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang diantara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian dihari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian yang lain dan sebahagian kamu melaknati sebahagian yang lain dan tempat kembalimu ialah neraka dan sekali kali tak ada bagimu para penolong. Muhammad Daud, op. cit, h, 322. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Awtsan menurut bahasa adalah sebuah batu yang disembah selain dari kata Watsan adalah Awtsan. Begitu juga dijelaskan dalam kitab tafsir al-Misbah bahwa Awtsan adalah berhala yang berupa batu atau yang terbuat dari kayu dan memiliki bentuk seperti manusia atau hewan yang mereka pilih atau buat untuk disembah. Kata ini lebih khusus dari kata Ashnam, karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang tidak berbentuk. Masyarakat Arab pada masa jahiliyah memilih batu-batu yang mereka senangi lalu menyembahnya. Bahkan para musafir pada masa jahiliyah memilih empat batu, lalu yang terbaik mereka sembah, dan tiga lainnya mereka jadikan tumpu buat periuk mereka. Bentuk nakirah/indefinitif pada kata awtsan yang digunakan ayat ini al-An-kabut ayat 17 mengesankan keremehannya sekaligus mengisyaratkan bahwa kepercayaan tentang ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan sesat yang tidak mendasar serta merupakan kebohongan dan pemutarbalikan dalam kitab tafsir Ath-Thabari, penakwilan kami ini sejalan dengan pendapat para ahli takwil lainnya. Dan yang berpendapat demikian adalah Muhammad bin Saโ€™ad menceritakan kepadaku, ia berkata Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata Ayahku menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Ibnu Abbas tentang firman Allah ๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›ˆ๎ขฌ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎›Œ๎ ‹๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿ†๎›Œ๎žณ๎›Š๎›‹๎Ÿ‚๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎žฆ๎›Š๎Ÿผ๎›ˆ๎žฌ๎›Œ๎žณ๎žข๎›ˆ๎Ÿง โ€œMaka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis ituโ€ Ia berkata โ€œMaksudnya adalah jauhilah ketaatan terhadap syetan dalam menyembah berhala-berhala. Al-Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata Al-Hasein menceritakan kepada kami, ia berkata Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, tentang firman Allah ๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›ˆ๎ขฌ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎›Œ๎ ‹๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿ†๎›Œ๎žณ๎›Š๎›‹๎Ÿ‚๎Ÿณ๎šฆ โ€œBerhala-berhala yang najis ituโ€ Ia berkata maksudnya adalah menyembah dalam tafsir Jalalain disebutkan ๎˜ƒ๎›Š๎›€๎›ˆ๎ขฌ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎›Œ๎ ‹๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿ†๎›Œ๎žณ๎›Š๎›‹๎Ÿ‚๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎žฆ๎›Š๎Ÿผ๎›ˆ๎žฌ๎›Œ๎žณ๎žข๎›ˆ๎Ÿง โ€œMaka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis ituโ€ Ahmad bin Faris, Maqayiis Al-Lughah, jilid 6 ๎˜‹Ittihad Al-Kitab Al-Arab, 2002. h, 64. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta Lentera Hati, 2002, h. 461. Ath-Thabari, op., cit. h, 485. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Huruf min ๎งฆ๎งฃdisini menunjukkan arti bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala. Setelah melihat beberapa ayat mengenai kata Awtsan, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi makna dasar dari kata Awtsanadalah berhala dan makna relasional nya adalah sebuah batu yang disembah selain penggunaan kata Awtsan dalam al-Qurโ€™an sebagaimana yang telah dicantumkan diatas, bahwa kata Awtsan khusus digunakan untuk batu atau kayu sekalipun tidak berbentuk yang disembah oleh umat manusia selain Allah SWT. Pemakaian kata awtsandalam hal pembuatan dan selainnya, tidaklah diharamkan dalam syariโ€™at. Akan tetapi dalam hal penyembahan ia diperintahkan untuk dijauhi. Abu Hayyan telah menetapkan dalam kitab tafsirnya bahwa awtsan adalah sebuah batu yang tidak di ukir atas bentuk tertentu. Kesimpulan dari pembahasan yang lalu, bahwa diantara kata ashnam dan awtsanmemiliki maksud yang berdekatan maknanya.Persamaan โ€ข Keduanya memiliki wujud material. โ€ข Keduanya dijadikan sebagai Tuhan yang disembah selain Allah. Perbedaan โ€ข Bahwa ashnam mesti dibentuk lagi diukir, mesti dibuat dari kayu, tembaga, perak, dan emas. โ€ข Adapun awtsan semata-mata dibuat dari batu, tidak ada bentuk, tidak di ukir. Inilah perbedaan diantara ashnam dan awtsan. Inilah pendapat yang perpegangi menurut kebanyakan mufassir, ulama bahasa, mereka adalah Ibnu Arafah, Ragib Al-Ashfahani, Jasshas, Syafiโ€™i, dan lain-lain. Setelah melihat pengertian dari ketiga istilah dapat dipahami bahwa ada hubungan antara ketiga istilah tersebut. Ashnam dan Awtsan termasuk ke dalam bagian tamatsil dari segi bahan buatannya. Perbedaannya terletak pada ketika tamatsil itu di sembah atau tidak. Jika ia disembah dan ia berbentuk tubuh manusia, maka ia dinamakan dengan ashnam. Jika yang disembah berbentuk batu, maka dinamakan dengan awtsan. Bentuk Tamatsil Pada Masa Nabi Sulaiman Bentuk tamatsil yang ada pada masa Nabi Sulaiman ada beberapa versi, yaitu Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2008, cetakan kesepuluh, h, 167. Muhammad Daud, h, 323. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 a Berbentuk malaikat dan para Nabi yang terbiasa dalam beribadah supaya orang-orang melihat akannya, lalu mereka beribadah seperti ibadah mereka. b Berbentuk burung yang terletak di atas kursi Sulaiman. c Berbentuk para Nabi dan ulama yang dibuat didalam mesjid supaya bisa dilihat orang, sehingga mereka semakin bertambah semangat dalam beribadah. Hukum Tamatsil a. Boleh pada masa Nabi Sulaiman, kemudian dimansukhkan menjadi haram hukumnya pada syariat Nabi Muhammad. Dikarenakan pada masa itu tamatsil dijadikan sesembahan, maka tindakan yang lebih baik adalah menghabisi patung-patung. Illat dan alasan penasakhan adalah sebagai bentuk syadz zaraโ€™i menutup celah yang bisa menjadi pintu masuk perkara yang terlarang serta memerangi kebiasaan masyarakat Arab waktu itu dalam menyembah berhala, arca, dan sejalan dengan pendapat Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya. Menurut Imam al-Qurtubi Allah menasakh apa yang dibolehkan sebelumnya. Rahasianya, karena ketika Rasulullah SAW diutus, patung-patung dijadikan sesembahan. Maka tindakan yang lebih baik adalah menghabisi patung-patung. Ulama dari mazhab Hanafiyah, Syafiโ€™iyah dan Hanbali berpendapat akan haramnya membuat suroh ๎ฆ“๎ฆญ๎งฎ๎ฆป baik itu gambar tiga dimensi yaitu patung, begitu pula gambar selain itu. Dalil-dalil larangan tersebut adalah sebagai berikut ๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›‰๎šพ๎ ‚๎›‰๎Ÿ‡๎›ˆ๎šฐ๎˜ƒ๎›ˆ๎šฟ๎›Š๎žพ๎›ณ๎˜ƒ๎˜ƒ๎˜ƒ๎˜ƒ๎Ÿถ๎Ÿด๎Ÿ‡๎›‚๎˜ƒ๎Ÿพ๎ ˆ๎Ÿด๎ŸŸ๎˜ƒ๎กฆ๎˜ƒ๎ „๎Ÿด๎Ÿ๎›ณ๎˜ƒ๎˜ƒ๎˜ƒ๎žข๎œ‹๎Ÿธ๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎šบ๎Ÿง๎˜ƒ๎š๎˜ƒ๎›‰๎Ÿฒ๎ ˆ๎›Š๎žฏ๎žข๎›ˆ๎›ˆ๎ค๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎ €๎ ˆ๎›Š๎Ÿง๎˜ƒ ๎›Š๎„๎˜ƒ๎›‡๎šจ๎›ˆ๎ ‚๎›Œ๎ €๎›ˆ๎Ÿ‡๎˜ƒ๎ „๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ ๎›Š๎„๎˜ƒ๎›‡๎šฟ๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ‚๎›Š๎Ÿฌ๎›Š๎žฅ๎˜ƒ๎›‰๎šฉ๎›Œ๎›ˆ๎—๎›ˆ๎Ÿ‡๎˜ƒ๎›Œ๎žพ๎›ˆ๎Ÿซ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›‡๎Ÿ‚๎›ˆ๎Ÿจ๎›ˆ๎Ÿ‡๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿบ๎›Š๎Ÿท๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›‰๎šพ๎ ‚๎›‰๎Ÿ‡๎›ˆ๎šฐ๎˜ƒ๎›‰๎Ÿฝ๎šก๎›ˆ๎šฐ๎˜ƒ๎›ณ๎˜ƒ๎˜ƒ๎Ÿถ๎Ÿด๎Ÿ‡๎›‚๎˜ƒ๎Ÿพ๎ ˆ๎Ÿด๎ŸŸ๎˜ƒ๎กฆ๎˜ƒ๎ „๎Ÿด๎Ÿ๎˜ƒ๎›ณ๎˜ƒ๎˜ƒ๎›‰๎ ‡๎˜ƒ๎›ˆ๎Ÿบ๎ ‡๎›Š๎Ÿ€๎œ‹๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎žจ๎›ˆ๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎ ˆ๎›Š๎Ÿฌ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎šฟ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎›…๎ขช๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ€๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎›Š๎šฒ๎žข๎œ‹๎Ÿผ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎œŒ๎žพ๎›ˆ๎Ÿ‹๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎™พ๎˜ƒ๎›ˆ๎šพ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎›ˆ๎›‚๎˜ƒ๎›‰๎Ÿพ๎›ˆ๎Ÿฐ๎›ˆ๎žฌ๎›ˆ๎Ÿฟ๎˜ƒ๎›Š๎Ÿช๎›Œ๎Ÿด๎›ˆ๎›Š๎Ÿ๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎Ÿฟ๎žข๎›ˆ๎Ÿ”๎˜ƒ๎›Š๎›Œ๎›๎›ˆ๎žซ๎›ˆ๎šฎ๎žข๎›ˆ๎Ÿ‡๎›Š๎›‚๎˜ƒ๎›Œ๎›‚๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›…๎šจ๎›ˆ๎šฎ๎žข๎›ˆ๎Ÿ‡๎›Š๎›‚๎˜ƒ๎›‰๎Ÿฝ๎žข๎›ˆ๎Ÿผ๎›Œ๎Ÿด๎›ˆ๎Ÿ ๎›ˆ๎žด๎›ˆ๎Ÿง๎˜ƒ๎›Œ๎žช๎›ˆ๎Ÿณ๎žข๎›ˆ๎Ÿซ๎˜ƒ๎˜‘๎˜ƒ๎™ฎ๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ โ€œPernah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu menutupi diri dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut terdapat gambar -gambar. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau merobeknya dan bersabda, โ€œSesungguhnya orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi ciptaan Allah.โ€ Aisyah mengatakan, โ€œAkhirnya kami menjadikan kain tersebut menjadi satu atau dua bantal.โ€ HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Dalam riwayat lain disebutkan, ๎žข๎›ˆ๎Ÿฌ๎›‰๎šบ๎ ˆ๎›ˆ๎šบ๎Ÿง๎˜ƒ๎š๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎ ‚๎›‰๎žฅ๎œ‹๎Ÿ€๎›ˆ๎Ÿ ๎›‰๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎›Š๎žจ๎›ˆ๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎ ˆ๎›Š๎Ÿฌ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎šฟ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎›Š๎šฐ๎›ˆ๎ ‚๎œŒ๎Ÿ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎Ÿฝ๎›Š๎Ÿ€๎›ˆ๎Ÿฟ๎˜ƒ๎›ˆ๎šง๎žข๎›ˆ๎žธ๎›Œ๎Ÿ๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎œ‹๎›€๎›Š๎šค๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎žฌ๎›Œ๎Ÿฌ๎›ˆ๎Ÿด๎›ˆ๎žป๎˜ƒ๎žข๎›ˆ๎Ÿท๎˜ƒ๎šฆ๎ ‚๎›‰๎ ˆ๎›Œ๎žท๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎›Œ๎Ÿถ๎›‰๎›ˆ๎ฎ๎˜ƒ๎›‰๎šพ โ€œSesungguhnya pembuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, โ€œHidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan buat.โ€ HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no. 2107. Dalam riwayat lain disebutkan, ๎˜ƒ๎›ˆ๎›€๎›‚๎›‰๎šฐ๎›‹๎›Š๎ ‚๎›ˆ๎Ÿ๎›‰๎Ÿธ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›Š๎žจ๎›ˆ๎Ÿท๎žข๎›ˆ๎ ˆ๎›Š๎Ÿฌ๎›Œ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎šฟ๎›Œ๎ ‚๎›ˆ๎šบ๎ ‡๎˜ƒ๎›Š๎œ‹๎ก๎šฆ๎˜ƒ๎›ˆ๎žพ๎›Œ๎Ÿผ๎›Š๎ŸŸ๎˜ƒ๎›…๎ขช๎šฆ๎›ˆ๎Ÿ€๎›ˆ๎ŸŸ๎˜ƒ๎›Š๎šฒ๎žข๎œ‹๎Ÿผ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎œ‹๎žพ๎›ˆ๎Ÿ‹๎›ˆ๎šข๎˜ƒ๎œ‹๎›€๎›Š๎šค โ€œSesungguhnya orang yang paling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun pembuat gambar.โ€ HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109. Shuwar gambar dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi patung. Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir. Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi patung, mayoritas ulama selain Malikiyah mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak, sesuatu yang dianggap remeh dihinakan, begitu pula sesuatu yang sifatnya temporer tidak permanen seperti jika dibuat dari manis-manisan dan adonan roti. Alasan diharamkannya membuat gambar dan patung 1 Menandingi Allah dalam mencipta. 2 Dapat menjadi perantara untuk berlebih-lebihan terhadap selain Allah dengan mengagungkannya. Lebih-lebih patungnya adalah patung orang shalih. 3 Menyerupai orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah, jika sampai disembah maka lebih jelas lagi terlarangnya. Yang termasuk dalam larangan adalah untuk patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan, tidak pada Boleh selama ia tidak disembah atau dijadikan lambang-lambang keagamaan yang disucikan. Ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab dan Yusuf al-Qardhawiy. Dalam sebuah video Quraish Shihab, beliau menyebutkan bahwa patung masa lalu ada perbedaannya dengan patung masa kini. Memang ada hadits-hadits Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 yang melarang menggambar dan mematung, apalagi makhluk hidup. Tetapi harus kita lihat terlebih dahulu. Karena ada prinsip dalam ajaran agama yaitu Pertama hukum itu bisa jadi berkaitan dengan ibadah bisa jadi berkaitan dengan non ibadah. Kalau yang berkaitan dengan ibadah tidak bisa diubah sama sekali, tidak bisa dilakukan kecuali kalau ada perintah. Kalau non ibadah boleh dilakukan selama tidak ada larangan. Non ibadah juga ditinjau mengapa ia dilarang? Kalau larangan itu masih ada sebabnya maka tetap berlaku, kalau sudah tidak ada sebabnya maka bisa berubah hukumnya. Patung, kenapa sempat dilarang? Dibahas oleh ulama-ulama bahwa karena dulu patung itu disembah, dijadikan tempat pemujaan dan lain-lain sebagainya. Kalau sekarang apabila itu dibuat untuk tujuan menyembah atau disembah orang, maka tetap tidak boleh, tetapi kalau tujuannya untuk seni, untuk mengingatkan kita akan jasa-jasa seseorang, tidak disembah maka itu boleh. Kita lihat di Jakarta ada patung Jendral Sudirman, membantu kita mengingatkan bahwa tokoh ini orang yang berjasa, orang yang wajar ditiru kepahlawanannya dan jasa-jasanya. Tetapi apabila patung-patung yang dibuat adalah patung yang memamerkan aurat tetap tidak boleh karena tujuannya bertentangan dengan nilai agama dan hukum itu tergantung dengan illat sebabnya. Jika illat tetap ada maka hukum tetap ada. Sebagaimana dalam sebuah kaidah ushul fiqh dikatakan ๎˜ƒ๎žข๎Ÿท๎žพ๎ŸŸ๎˜ƒ๎›‚๎˜ƒ๎šฆ๎šฎ๎ ‚๎žณ๎›‚๎˜ƒ๎žจ๎Ÿด๎Ÿ ๎Ÿณ๎šฆ๎˜ƒ๎Ÿž๎Ÿท๎˜ƒ๎šฐ๎›‚๎žพ๎ ‡๎˜ƒ๎Ÿถ๎Ÿฐ๎ซ๎šฆ Artinya โ€œHukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum.โ€ Kemudian, jika sebab pelarangan tersebut masih ada sebabnya maka hukum tetap berlaku, kalau sudah tidak ada sebabnya, maka bisa berubah hukumnya. Menurut Yusuf al-Qardhawi, kalau lukisan seni itu berbentuk sesuatu yang disembah selain Allah, seperti gambar al-Masih bagi orang-orang Kristen atau sapi bagi orang-orang Hindu dan sebagainya, maka bagi si pelukisnya untuk tujuan-tujuan diatas tidak lain dia adalah menyiarkan kekufuran dan kesesatan. Dalam hal ini berlakulah baginya ancaman Nabi yang begitu keras Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 โ€œSesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar.โ€ Riwayat Muslim. Imam Thabari berkata, โ€œYang dimaksud dalam hadits ini yaitu orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau tidak ada maksud seperti diatas, maka ia tergolong orang yang berdosa sebab menggambar sajaโ€. Orang yang menggantungkan gambar-gambar tersebut untuk dikuduskan. Perbuatan seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim, kecuali kalau agama Islam itu dibuang dibelakang yang lebih mendekati persoalan ini ialah orang yang melukis sesuatu yang tidak biasa disembah, tetapi dengan maksud untuk menandingi ciptaan dia beranggapan, bahwa dia dapat membuat dan menciptakan jenis terbaru seperti ciptaan Allah. Orang yang melukis dengan tujuan seperti itu jelas telah keluar dari agama tauhid. Terhadap orang ini berlakulah hadits Nabi yang mengatakan โ€œSesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang menandingi ciptaan Allahโ€. Riwayat Muslim. Persoalan ini tergantung pada niat si pelukisnya itu sendiri. Kebanyakan gambar-gambar/lukisan-lukisan di zaman Nabi dan sesudahnya, adalah lukisan-lukisan yang disucikan dan di pada umumnya lukisan-lukisan itu adalah buatan Rum dan Parsi Nasrani dan Majusi.Oleh karena itu tidak dapat melepaskan pengaruhnya terhadap pengkultusan kepada pemimpin-pemimpin agama dan Negara. Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dhuha pernah berkata sebagai berikut Saya dan Masruq berada di sebuah rumah yang disitu ada beberapa patung. Kemudian Masruq berkata kepadaku, apakah ini patung kaisar? Saya jawab Tidak! Ini adalah patung Maryam. Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya, bahwa lukisan itu buatan majusi dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan, bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani. Dalam kisah ini Masruq kemudian berkata Saya pernah mendengar Ibnu Masโ€™ud menceritakan apa yang ia dengar dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda โ€œSesungguhnya orang yang paling berat siksaannya disisi Allah adalah para pelukis.โ€ Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Selain gambar-gambar diatas, yaitu misalnya dia menggambar/melukis makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, laut, gunung, matahari, bulan, bintang dan hal ini sedikitpun tidak berdosa dan tidak ada sekali dikalangan para gambar-gambar yang bernyawa kalau tidak ada unsur-unsur larangan seperti tersebut diatas, yaitu bukan untuk disucikan dan di agung-agungkan dan bukan pula untuk maksud menyaingi ciptaan Allah, maka menurut hemat saya tidak Muhammad Ath-Thahir bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang patung-patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam mengharamkan patung karena agama ini sangat tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu. Sebagian besar berhala adalah patung-patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan tersebut. Bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan. Atas dasar inilah, hendaknya dipahami hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan dan memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah menjadi salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian Muhammad Imarah dalam bukunya Maalim Al-Manhaj Al-Islami yang penerbitannya di sponsori oleh Dewan Tertinggi Dakwah Islam, Al-Azhar bekerja sama dengan Al-Mahad Al-Alami lil Fikr Al-Islami International Institute for Islamic Thought.KESIMPULAN Hakikat dari tamatsil adalah sesuatu yang terbuat dari kayu, batu, tembaga, kuningan, kaca, dan tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip dengan bentuk aslinya. Pada zaman Nabi Sulaiman tamatsil itu adalah patung yang dibuat berbentuk malaikat ataupun orang-orang shalih dengan tujuan supaya orang-orang yang melihat akannya lalu mereka beribadah seperti ibadah mereka. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qurโ€™an, Bandung Mizan, 1996. h, 386. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Buya Hamka mengatakan bahwa tamatsil adalah seni lukisan yang berbentuk patung binatang, orang, dan pohon-pohon sebagai hiasan. Jika dilihat pada masa sekarang tamatsil itu bisa berbentuk replika, mainan kunci, mainan anak-anak yang berbentuk boneka, patung-patung bersejarah, dan lain-lain. Mufassir berbeda pendapat masalah hukum tamatsil. Ulama yang membolehkannya menyatakan bahwa tamatsil itu diharamkan jika ia disembah. Karena setelah dilihat informasi sebelumnya bahwa masyarakat Arab pada masa itu memiliki kebiasaan menyembah patung-patung. Dan hukum itu tergantung illat nya, jika hilang illat maka hilanglah hukum. Ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab. Bahkan Buya Hamka mengatakan bahwa itu termasuk kemajuan seni lukis pada masa Nabi Sulaiman. Ulama yang mengharamkan nya menyatakan bahwa untuk mencelah masuk perkara yang terlarang, maksudnya penyembahan patung maka tindakan yang lebih tepat adalah menghabisi patung tersebut. Ini sejalan dengan pendapat Imam al-Qurthubi dan Wahbah Zuhaili. DAFTAR PUSTAKA Al-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Almufradat Fii Ghariib Al-Qurโ€™an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan. Depok Pustaka Khazanah Fawaโ€™id Al-Bukhari. 1987. Jamiโ€™ al-Shahih al-Mukhtashar. Daar Ibnu Katsir Beirut. Juz 5 Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, 2008. Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar. Bandung Sinar Baru Algensindo. cetakan kesepuluh Al-Munziri. 2016. Mukhtasar Shahih Muslim, alih bahasa, Rohmad Arbi Nur Shoddiq, Arif, Mahmudi, Nila Noer Fajriah. Jakarta Ummul Qura Al-Qurthubi. 2009. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi. Jakarta Pustaka Azzam Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. 1. Jakarta Gema Insani Bakir, Moh, โ€œKonsep Maqasid al-Qurโ€™an Perspektif Badiโ€™ al-Zaman Saโ€™id Nursi Upaya Memahami Makna al-Qurโ€™an Sesuai dengan Tujuannyaโ€, Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. 1 01 Agustus 2015 Daud, Muhammad 2008. Muโ€™jam Al-Furuq Al-Dilaliyah. Kairo Daar Gharib Departemen Agama RI. 2010. Al-Qurโ€™an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka. Jakarta Kalim Faris, Ahmad bin2002. Maqayiis Al-Lughah, jilid 6. Ittihad Al-Kitab Al-Arab Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qurโ€™an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Guru Pendidikan, โ€œSeni Rupa Murni dan Terapanโ€, dikutip dari pada hari Rabu tanggal 02 Oktober 2019 Hanifa, Umi. 2018. Seni Rupa dalam Al-Qurโ€™an Kajian Tematik. Yogyakarta Skripsi Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta QAF Hude, Darwis dkk. 2002. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qurโ€™an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Maโ€™arif Kairo Ruqaith, Hamad Hasan. 2004. Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam. Jakarta Pustaka Azzam Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qurโ€™an. Bandung Mizan Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qurโ€™an. Jakarta Lentera Hati ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Fii Ghariib Al-Qur'an, alih bahasa Ahmad Zaini DahlanAl-AshfahaniAr-RaghibAl-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Almufradat Fii Ghariib Al-Qur'an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan. Depok Pustaka Khazanah Fawa'idJami' al-Shahih al-MukhtasharAl-BukhariAl-Bukhari. 1987. Jami' al-Shahih al-Mukhtashar. Daar Ibnu Katsir Beirut. Juz 5Al-MahalliAl-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, 2008. Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar. Bandung Sinar Baru Algensindo. cetakan kesepuluhAl-MunziriAl-Munziri. 2016. Mukhtasar Shahih Muslim, alih bahasa, Rohmad Arbi Nur Shoddiq, Arif, Mahmudi, Nila Noer Fajriah. Jakarta Ummul Qura Al-Qurthubi. 2009. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi. Jakarta Pustaka Azzam Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. 1. Jakarta Gema Insani Bakir, Moh, "Konsep Maqasid al-Qur'an Perspektif Badi' al-Zaman Sa'id Nursi Upaya Memahami Makna al-Qur'an Sesuai dengan Tujuannya", Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. 1 01 Agustus 2015Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur'an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma'arif Kairo Ruqaith, Hamad HasanUmi HanifaHanifa, Umi. 2018. Seni Rupa dalam Al-Qur'an Kajian Tematik. Yogyakarta Skripsi Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta QAF Hude, Darwis dkk. 2002. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur'an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma'arif Kairo Ruqaith, Hamad Hasan. 2004. Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam. Jakarta Pustaka Azzam Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur'an. Bandung Mizan Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta Lentera Hati Asy'ari, M. 2007, juni. Islam dan Seni. Hunafa, 4, 169. Fahrudin. 2015, 12 10. Kenapa Ya, Islam Melarang Pembuatan Patung? Retrieved Januari 17, 2020, from Keagamaan, P. L. 2012. Ekspresi Seni dalam Islam,Kajian atas Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi. Suhuf, 5, 271. Muhammadiyah, T. F. 2016, april 17. Hukum Seni Budaya Dalam Islam, Tanya Jawab Hukum islam. Retrieved Januari 17, 2020, from diakses pada atanggal 17 januari 2020 pada jam Nanang, R. 2012, Juni. KEDUDUKAN SENI DALAM ISLAM . TSAQOFA, 1Kajian Seni Budaya Islam, 57. Nasaruddin, U. 2017, 22 2. Islam dan Dunia Seni. Retrieved Januari 13, 2020, from Nasaruddin Umar Shihab, Q. M. 2018. Retrieved Januari 17, 2020, from SENI DALAM PANDANGAN Al-QUR'AN Wikipedia. 2019. Hossein_Nasr. Retrieved Januari 16, 2020, from wikipedia. 2019. Ismail+Raji+al-Faruqi,. Retrieved Januari 16, 2020, from Wikipedia. 2019. Quraish_Shihab,. Retrieved Januari 17, 2020, from

hadits tentang seni rupa